Menjilati jari dan sisa makanan
Diantara sunnah Rasulullah SAW adalah
makan dengan menggunakan tangan kanannya. Beliau memakan makanannya dengan tiga
jari, lalu menjilati ketiga jari tersebut sebelum membersihkannya. Dan bila ada
satu suap makanan terjatuh dari tangan Rasul, beliau tidak akan meninggalkan
makanan tersebut, melainkan mengambilnya dari tanah, lalu membersihkannya dan
memakannya.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah satu di antara kalian makan, maka janganlah dia bersihkan tangannya sehingga dia jilati atau dia minta orang lain untuk menjilatinya.” (HR. Bukhari no. 5456 dan Muslim no. 2031)
Dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud dinyatakan, “Maka janganlah dia bersihkan tangannya dengan sapu tangan sehingga dia jilati atau dia minta orang lain untuk menjilatinya.”
Alasan mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal di atas dijelaskan dalam hadits yang lain dari Jabir bin Abdillah, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkan untuk menjilati jari dan piring yang digunakan untuk makan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di manakah letak berkah makanan tersebut.” Maksudnya, makanan yang kita nikmati itu mengandung berkah. Namun kita tidak mengetahui letak keberkahan tersebut. Apakah dalam makanan yang sudah kita santap, ataukah yang tersisa dan melekat di jari, ataukah yang tersisa di piring, ataukah berada dalam suapan yang jatuh ke lantai. Oleh karena itu hendaknya kita memperhatikan itu semua agar mendapatkan keberkahan. Yang dimaksud berkah adalah tambahan kebaikan, yaitu kebaikan yang bersifat permanen dan bisa menikmati kebaikan tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan keberkahan makanan adalah bisa mengenyangkan, tidak menimbulkan gangguan pada tubuh, menjadi sumber energi untuk berbuat ketaatan dan lain-lain.
Ibnu Ustaimin mengatakan, “Seyogyanya jika sudah selesai makan, jari-jari yang dipakai untuk makan dijilat terlebih dahulu sebelum dibersihkan dengan sapu tangan sebagaimana perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Beliau memerintahkan untuk menjilati jari atau meminta orang lain untuk menjilati jari kita. Mengenai menjilati jari sendiri maka ini adalah satu perkara yang jelas. Sedangkan meminta orang lain untuk menjilati jari kita adalah sesuatu hal yang mungkin terjadi. Jika rasa cinta suami istri itu sangatlah kuat, maka sangatlah mungkin seorang istri menjilati tangan suaminya, atau seorang suami menjilati tangan istrinya. Jadi hal ini adalah suatu hal yang mungkin terjadi.
Ada orang yang berkomentar bahwa Nabi tidak mungkin menyampaikan perkataan di atas. Bagaimanakah kita minta orang lain untuk menjilati jari kita? Syaikh Utsaimin menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah menyampaikan kebenaran dan beliau mustahil menyampaikan sesuatu yang tidak mungkin. Jadi, melaksanakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah satu hal yang mungkin sekali.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah satu di antara kalian makan, maka janganlah dia bersihkan tangannya sehingga dia jilati atau dia minta orang lain untuk menjilatinya.” (HR. Bukhari no. 5456 dan Muslim no. 2031)
Dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud dinyatakan, “Maka janganlah dia bersihkan tangannya dengan sapu tangan sehingga dia jilati atau dia minta orang lain untuk menjilatinya.”
Alasan mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal di atas dijelaskan dalam hadits yang lain dari Jabir bin Abdillah, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkan untuk menjilati jari dan piring yang digunakan untuk makan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di manakah letak berkah makanan tersebut.” Maksudnya, makanan yang kita nikmati itu mengandung berkah. Namun kita tidak mengetahui letak keberkahan tersebut. Apakah dalam makanan yang sudah kita santap, ataukah yang tersisa dan melekat di jari, ataukah yang tersisa di piring, ataukah berada dalam suapan yang jatuh ke lantai. Oleh karena itu hendaknya kita memperhatikan itu semua agar mendapatkan keberkahan. Yang dimaksud berkah adalah tambahan kebaikan, yaitu kebaikan yang bersifat permanen dan bisa menikmati kebaikan tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan keberkahan makanan adalah bisa mengenyangkan, tidak menimbulkan gangguan pada tubuh, menjadi sumber energi untuk berbuat ketaatan dan lain-lain.
Ibnu Ustaimin mengatakan, “Seyogyanya jika sudah selesai makan, jari-jari yang dipakai untuk makan dijilat terlebih dahulu sebelum dibersihkan dengan sapu tangan sebagaimana perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Beliau memerintahkan untuk menjilati jari atau meminta orang lain untuk menjilati jari kita. Mengenai menjilati jari sendiri maka ini adalah satu perkara yang jelas. Sedangkan meminta orang lain untuk menjilati jari kita adalah sesuatu hal yang mungkin terjadi. Jika rasa cinta suami istri itu sangatlah kuat, maka sangatlah mungkin seorang istri menjilati tangan suaminya, atau seorang suami menjilati tangan istrinya. Jadi hal ini adalah suatu hal yang mungkin terjadi.
Ada orang yang berkomentar bahwa Nabi tidak mungkin menyampaikan perkataan di atas. Bagaimanakah kita minta orang lain untuk menjilati jari kita? Syaikh Utsaimin menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah menyampaikan kebenaran dan beliau mustahil menyampaikan sesuatu yang tidak mungkin. Jadi, melaksanakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah satu hal yang mungkin sekali.
Lalu apa hikmah dari makan menggunakan jari tangan? Imam Al-Ghazali, dalam kitab Ihya’ Ulumiddinnya, menjelaskan, “Aktifitas makan itu dapat dilihat dari 4 sisi, yaitu makan dengan menggunakan satu jari dapat menghindarkan seseorang dari sifat marah, dengan dua jari akan menghindarkan dari sifat sombong, makan dengan tiga jari akan menghindarkan dari sifat lupa dan makan dengan menggunakan empat atau lima jari dapat menghindarkan dari sifat rakus.
Fakta berikutnya,makan dengan
menggunakan tangan ternyata bisa lebih sehat daripada makan dengan sendok.
Mengapa bisa demikian? Hal ini dikarenakan pada tangan kita terdapat sebuah
enzim, yakni enzim RNase yang dapat menurunkan aktivitas bakteri-bakteri
patogen yang ada pada tangan kita ketika kita makan. Enzim RNase adalah enzim
yang dapat mendepolarisasi RNA (asam nukleat). Sehingga ketika kita menyuap
makanan dengan tangan, bakteri yang terdapat pada makanan dapat terikat oleh
enzim Rnase yang dihasilkan di tangan kita. Tapi tentunya dengan catatan,
tangan kita sudah dicuci terlebih dahulu dengan sabun hingga bersih dan
higienis.
Enzim RNase terutama dihasilkan oleh tiga jari tangan kita (ibu jari, telunjuk, dan jari tengah). Dengan makan menggunakan tiga jari tersebut – seperti yang diajarkan oleh Rasulullah – bakteri yang terdapat pada makanan yang masuk ke dalam sistem pencernaan akan diikat oleh enzim tersebut. RNA, terutama mRNA merupakan materi genetik yang mengkode suatu protein. Enzim RNase mendepolarisasi RNA mikroorganisme sehingga mikroorganisme dapat terhambat aktivitasnya. Sehingga bukan saja bakteri, tetapi juga virus, terutama virus RNA di mana RNA merupakan pertahanan pertamanya, dapat dihalau untuk berbuat hal-hal yang bisa merugikan tubuh kita.
Bagaimana dengan sendok? Setelah banyak beraktivitas menggunakan tangan, mungkin kita berpikir bahwa sendok merupakan pilihan yang baik untuk menyuap makanan. Akan tetapi, sendok yang digunakan harus benar-benar dalam keadaan higienis. Perlu diingat bahwa udara dengan kondisi kelembaban tertentu dapat menjadi kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri dan uap air dapat menjadi medium perpindahan bakteri dari udara ke suatu benda (sendok misalnya). Bakteri-bakteri tersebut bisa datang dari mana saja, bahkan bisa jadi dari tubuh orang-orang yang ada di ruangan tersebut sebelum kita. Dan tidak menutup kemungkinan sendok yang kita gunakan untuk makan sudah “ditempati” oleh bakteri- bakteri yang ada di ruangan tersebut. Apalagi jika sendok tersebut tidak dicuci dengan bersih, seperti yang biasa tersajikan di rumah-rumah makan, bukannya higienis bisa jadi malah “memupuk” bakteri yang tinggal di sendok itu. Dan pada sendok tentunya tidak terdpat enzim Rnase seperti pada tangan.
Enzim RNase terutama dihasilkan oleh tiga jari tangan kita (ibu jari, telunjuk, dan jari tengah). Dengan makan menggunakan tiga jari tersebut – seperti yang diajarkan oleh Rasulullah – bakteri yang terdapat pada makanan yang masuk ke dalam sistem pencernaan akan diikat oleh enzim tersebut. RNA, terutama mRNA merupakan materi genetik yang mengkode suatu protein. Enzim RNase mendepolarisasi RNA mikroorganisme sehingga mikroorganisme dapat terhambat aktivitasnya. Sehingga bukan saja bakteri, tetapi juga virus, terutama virus RNA di mana RNA merupakan pertahanan pertamanya, dapat dihalau untuk berbuat hal-hal yang bisa merugikan tubuh kita.
Bagaimana dengan sendok? Setelah banyak beraktivitas menggunakan tangan, mungkin kita berpikir bahwa sendok merupakan pilihan yang baik untuk menyuap makanan. Akan tetapi, sendok yang digunakan harus benar-benar dalam keadaan higienis. Perlu diingat bahwa udara dengan kondisi kelembaban tertentu dapat menjadi kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri dan uap air dapat menjadi medium perpindahan bakteri dari udara ke suatu benda (sendok misalnya). Bakteri-bakteri tersebut bisa datang dari mana saja, bahkan bisa jadi dari tubuh orang-orang yang ada di ruangan tersebut sebelum kita. Dan tidak menutup kemungkinan sendok yang kita gunakan untuk makan sudah “ditempati” oleh bakteri- bakteri yang ada di ruangan tersebut. Apalagi jika sendok tersebut tidak dicuci dengan bersih, seperti yang biasa tersajikan di rumah-rumah makan, bukannya higienis bisa jadi malah “memupuk” bakteri yang tinggal di sendok itu. Dan pada sendok tentunya tidak terdpat enzim Rnase seperti pada tangan.
Post A Comment:
0 comments: